:

13 Desember 2007

Penulis Cilik Berprestasi Abdurahman Faiz

Menjelajah Dunia dengan Pena

“Aku mencintai Bunda seperti aku mencintai sorga”

Siapa yang menyangka, kalimat puitis itu meluncur dari bibir seorang bocah usia tiga tahun. Ya, bocah itu adalah Abdurahman Faiz. Beberapa tahun kemudian, ribuan kalimat indah dari bibir mungil Faiz, demikian dia biasa disapa, dirangkum dalam bentuk puisi maupun cerpen yang kini di bukukan dan menjadikan Faiz dikenal sebagai penulis cilik berbakat dan sarat prestasi.


Usia boleh muda, namun pengalaman dan prestasi Faiz, bisa dibilang amat membanggakan. Bayangkan saja, selain sudah bertemu dengan deretan orang nomor satu di negeri ini, nama dan sosok Faiz (demikian dia biasa disapa), juga sudah melanglang buana. Hebatnya lagi, semua itu diraih Faiz melalui goretan puisi maupun cerpen yang mengalir dari tangan mungilnya.
Penulis cilik berprestasi yang tinggal di Beji, Depok Utara ini lahir di Jakarta, 15 November 1995. Sebagai anak pertama dari pasangan Tomi Satryatomo (jurnalis televisi) dan Helvy Tiana Rosa (cerpenis), tak heran jika Faiz sejak kecil telah akrab dengan dunia tulis menulis. Ia bahkan telah menulis puisi sejak berusia 5 tahun.
Selain menulis dan membaca, Faiz juga hobi basket, renang, sepakbola, jalan-jalan dan diskusi. Faiz kecil memang bocah yang aktif. Hobi menulis dan membaca, ditekuninya hingga membuahkan hasil yang manis. Apalagi kedua orangtuanya juga sangat mendukung segala aktifitas Faiz.
Penyuka panganan Nasi Uduk, Nasi Kuning, Pizza, Spagheti, Tahu, Seafood dan minuman Susu, Mocca Oreo, Capuccino, serta Teh Manis Dingin ini, namanya mulai dikenal publik ketika menjadi Juara I Lomba Menulis Surat untuk Presiden tingkat nasional yang diselenggarakan Dewan Kesenian Jakarta (2003). Faiz pun pernah tampil membacakan puisi-puisinya atas undangan budayawan almarhum Nurcholish Madjid pada acara peluncuran buku beliau yang mengundang ratusan tokoh nasional.
Saat kelas II SD, puisi Faiz “Sahabatku Buku” menjadi juara Lomba Cipta Puisi Tingkat SD seluruh Indonesia yang diadakan Pusat Bahasa Depdiknas (2004). Buku kumpulan puisi pertamanya, “Untuk Bunda Dan Dunia” (DAR! Mizan, Januari 2004) terbit saat ia berusia 8 tahun dan diberi pengantar oleh Taufik Ismail. Buku ini meraih Anugerah Pena 2005 serta Buku Terpuji Adikarya IKAPI 2005. Sejak buku itu terbit, Faiz kian sering diundang membacakan dan membicarakan karya-karyanya, yang banyak mengetengahkan berbagai persoalan sosial kemasyarakatan dan politik dalam berbagai forum, termasuk di hadapan Presiden Megawati Soekarno Putri, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, mantan presiden Abdurrahman Wahid, Wakil Presiden Jusuf Kalla, serta sejumlah menteri dan tokoh-tokoh nasional lainnya. Ia pun pernah diundang sebagai salah satu panelis Debat Capres di stasiun televisi swasta, pada Pemilu lalu.
Setelah itu berturut-turut meluncur bukunya yang lain diantaranya “Guru Matahari” (DAR! Mizan 2004), diberi pengantar Agus R. Sarjono dan mendapat nominasi Khatulistiwa Literary Award 2005, “Aku Ini Puisi Cinta” (DAR! Mizan 2005) yang meraih penghargaan Penulis Cilik Berprestasi dari Yayasan Taman Bacaan Indonesia (2005), kumpulan esai “Permen-Permen Cinta Untukmu” (DAR! Mizan 2005), antologi bersama “Matahari Tak Pernah Sendiri” (1 dan 2), “Jendela Cinta” (GIP 2005), dan “Antologi Puisi untuk Yogyakarta” (2006). Selain itu, puisinya pernah dimuat di sejumlah koran nasional antara lain Kompas dan Republika. Tahun 2006 Faiz dinobatkan sebagai Anak Kreatif Indonesia versi Yayasan Cerdas Kreatif Indonesia yang dipimpin Kak Seto.
Bersama beberapa penulis cilik lainnya, siswa SDIF Al Fikri-Depok ini menulis kumpulan cerpen “Tangan-Tangan Mungil Melukis Langit” (LPPH 2006), untuk membantu biaya sekolah bagi teman-teman kecil mereka yang tinggal di kolong jembatan tol. Buku terbaru Faiz. “Nadya: Kisah dari Negeri yang Menggigil”, dikatapengantari oleh Sapardi Djoko Damono (LPPH, Juli 2007), Faiz juga baru saja terpilih sebagai Anak Berprestasi 2007 dari PKS.
Ditanya tentang sekolah idaman, dengan lugas Faiz berkata, “Pokoknya yang menyenangkan dan membuat kita merasa nyaman saat belajar di dalamnya.” Sudah menemukan sekolah seperti itu? “Sudah, di sini Al Fikri,” tandasnya.



[+/-] Selengkapnya...


Tidak ada komentar: