Mamat, anak seorang petani desa. Untuk pertama kali, dia masuk ke sekolah dasar yang ada di kota, lumayan jauh dari desanya.
“Mamat, coba ceritakan, kenapa kamu bersekolah?” tanya Sang Guru.
“Kata Ayah, orang yang sekolah bisa jadi pintar Pak! Kalau saya pintar kan saya bisa kaya. Kalau saya sudah kaya saya mau nyumbang orang-orang miskin yang gak bisa makan di desa saya Pak,” jawab Mamat.
“Lalu cita-cita kamu mau jadi apa?”
“Saya mau jadi petani jagung Pak.”
“Iya, kamu belajar yang rajin ya, biar jadi orang yang pintar. Di sekolah kita nanti akan diajari banyak hal, mulai dari Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, IPA, IPS, dan masih banyak lagi. Kamu jadi bisa tahu banyak hal.” Terang Sang Guru.
“Pak Guru, kalau cara menanam jagung diajari di sekolah juga?” Mamat bertanya.
“O, kalau yang itu harus kamu pelajari sendiri..” Sang Guru menimpali sekenanya.
“Kalau pelajaran milih pupuk ada gak Pak?” Mamat kembali bertanya.
“Yang itu juga tidak diajari di sini Mat,” jawab Sang Guru.
Mamat merasa sangat heran mengapa pelajaran-pelajaran yang ia butuhkan malah tidak diajari di sekolah.
“Kalau cara memandikan kerbau?”
“Hahaha.. Mamat, Mamat.. Belajar hal-hal semacam itu bukan di sekolah dong. Kamu ini aneh-aneh saja,” Sang Guru tergelitik hatinya mendengar pertanyaan bocah tujuh tahun yang masih polos itu.
Mamat terdiam. Baginya sangat penting untuk tahu bagaimana caranya menanam jagung, karena kelak ia ingin sekali membantu ayahnya bekerja di ladang. Dan ia juga perlu tahu caranya memilih pupuk yang baik agar jagung-jagungnya tumbuh subur. Bahkan ia juga harus belajar bagaimana caranya memandikan si Bule, kerbau peliharaan ayahnya, karena kalau tidak dimandikan sehari saja baunya sudah sangat busuk.
“Di sekolah bukan tempatnya belajar menanam jagung. Di sekolah itu kita belajar Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, IPS dan Bahasa Inggris. Semuanya sudah diatur di dalam aturan bersama yang disebut kurikulum pendidikan yang dibuat sesuai dengan kebutuhan bangsa Indonesia saat ini. Matematika, Bahasa Inggris, IPA, dan IPS adalah ilmu-ilmu yang kita butuhkan. Bangsa Indonesia kalau mau maju, harus mampu menguasai ilmu dan teknologi yang saat ini sedang berkembang di dunia. Kamu mau berbakti pada Negara kan?” jelas Sang Guru.
Pak guru menghela nafas panjang. Dari sorot matanya Mamat tahu Pak Guru sekarang sedang mengatakan sesuatu yang sangat serius.
Mamat mengangguk. Matanya berkaca-kaca. Mamat merasakan semangatnya meledak-ledak di dalam dadanya. Ia sebenarnya tidak terlalu mengerti apa yang dimaksud dengan kurikulum. Dan ia juga tidak mengerti, ilmu dan teknologi macam apa yang harus dikuasai oleh seorang anak petani seperti dirinya. Tapi kini ia menemukan alasan yang tepat mengapa ia harus sekolah. Yaitu untuk menyelesaikan permasalahan hidup. Semua orang di dusun Mamat juga tahu, yang selalu menjadi masalah bagi dusunnya adalah tikus sawah yang seenaknya saja menggerogoti tanaman jagung yang sudah susah payah ditanami oleh warga. Mamat tidak mau dusunnya kelaparan lagi seperti tahun kemarin saat terjadi gagal panen akibat jagung-jagungnya digerogoti tikus. Mamat ingin dapat menyelesaikan permasalahan hidup di dusunnya. Dan ia yakin sekolah inilah yang akan menjadi solusi bagi permasalahan hidup dusunnya. Mamat berjanji akan belajar sunggung-sungguh ketika nanti diajari cara mengusir tikus sawah. Entah itu nanti akan dipelajarinya di pelajaran Matematika atau mungkin di pelajaran Bahasa Inggris, Mamat tidak tahu
“Mamat, coba ceritakan, kenapa kamu bersekolah?” tanya Sang Guru.
“Kata Ayah, orang yang sekolah bisa jadi pintar Pak! Kalau saya pintar kan saya bisa kaya. Kalau saya sudah kaya saya mau nyumbang orang-orang miskin yang gak bisa makan di desa saya Pak,” jawab Mamat.
“Lalu cita-cita kamu mau jadi apa?”
“Saya mau jadi petani jagung Pak.”
“Iya, kamu belajar yang rajin ya, biar jadi orang yang pintar. Di sekolah kita nanti akan diajari banyak hal, mulai dari Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, IPA, IPS, dan masih banyak lagi. Kamu jadi bisa tahu banyak hal.” Terang Sang Guru.
“Pak Guru, kalau cara menanam jagung diajari di sekolah juga?” Mamat bertanya.
“O, kalau yang itu harus kamu pelajari sendiri..” Sang Guru menimpali sekenanya.
“Kalau pelajaran milih pupuk ada gak Pak?” Mamat kembali bertanya.
“Yang itu juga tidak diajari di sini Mat,” jawab Sang Guru.
Mamat merasa sangat heran mengapa pelajaran-pelajaran yang ia butuhkan malah tidak diajari di sekolah.
“Kalau cara memandikan kerbau?”
“Hahaha.. Mamat, Mamat.. Belajar hal-hal semacam itu bukan di sekolah dong. Kamu ini aneh-aneh saja,” Sang Guru tergelitik hatinya mendengar pertanyaan bocah tujuh tahun yang masih polos itu.
Mamat terdiam. Baginya sangat penting untuk tahu bagaimana caranya menanam jagung, karena kelak ia ingin sekali membantu ayahnya bekerja di ladang. Dan ia juga perlu tahu caranya memilih pupuk yang baik agar jagung-jagungnya tumbuh subur. Bahkan ia juga harus belajar bagaimana caranya memandikan si Bule, kerbau peliharaan ayahnya, karena kalau tidak dimandikan sehari saja baunya sudah sangat busuk.
“Di sekolah bukan tempatnya belajar menanam jagung. Di sekolah itu kita belajar Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, IPS dan Bahasa Inggris. Semuanya sudah diatur di dalam aturan bersama yang disebut kurikulum pendidikan yang dibuat sesuai dengan kebutuhan bangsa Indonesia saat ini. Matematika, Bahasa Inggris, IPA, dan IPS adalah ilmu-ilmu yang kita butuhkan. Bangsa Indonesia kalau mau maju, harus mampu menguasai ilmu dan teknologi yang saat ini sedang berkembang di dunia. Kamu mau berbakti pada Negara kan?” jelas Sang Guru.
Pak guru menghela nafas panjang. Dari sorot matanya Mamat tahu Pak Guru sekarang sedang mengatakan sesuatu yang sangat serius.
Mamat mengangguk. Matanya berkaca-kaca. Mamat merasakan semangatnya meledak-ledak di dalam dadanya. Ia sebenarnya tidak terlalu mengerti apa yang dimaksud dengan kurikulum. Dan ia juga tidak mengerti, ilmu dan teknologi macam apa yang harus dikuasai oleh seorang anak petani seperti dirinya. Tapi kini ia menemukan alasan yang tepat mengapa ia harus sekolah. Yaitu untuk menyelesaikan permasalahan hidup. Semua orang di dusun Mamat juga tahu, yang selalu menjadi masalah bagi dusunnya adalah tikus sawah yang seenaknya saja menggerogoti tanaman jagung yang sudah susah payah ditanami oleh warga. Mamat tidak mau dusunnya kelaparan lagi seperti tahun kemarin saat terjadi gagal panen akibat jagung-jagungnya digerogoti tikus. Mamat ingin dapat menyelesaikan permasalahan hidup di dusunnya. Dan ia yakin sekolah inilah yang akan menjadi solusi bagi permasalahan hidup dusunnya. Mamat berjanji akan belajar sunggung-sungguh ketika nanti diajari cara mengusir tikus sawah. Entah itu nanti akan dipelajarinya di pelajaran Matematika atau mungkin di pelajaran Bahasa Inggris, Mamat tidak tahu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar