:

27 November 2008

Lentera Insan Is My Second Home

Sekolah adalah unit sosialisasi kedua setelah keluarga. Hampir separuh waktu kehidupan anak dihabiskan di sekolah. Untuk itu, sekolah tentunya harus mampu menjadi second home bagi para siswanya. Makna second home diartikan oleh SD Lentera Insan – Child Development and Education Center dengan bagaimana sekolah membentuk situasi belajar yang nyaman dan menyenangkan bagi siswa – siswanya.
Beberapa hal yang telah dilakukan untuk mewujudkannya adalah dengan melakukan berbagai pendekatan dan metode belajar kepada siswa. Sebagai contoh, saat pelajaran akhlak, siswa kelas 4 mendapat tema mengenai kejujuran. Awalnya, siswa diminta untuk berbagi tentang bohong kepada setiap anak. Tentunya hal ini tidak mudah, perlu ada kepercayaan yang terbangun antara guru dan siswa. Melalui pendekatan pengalaman pribadi waktu kecil, Alhamdulillah, guru mampu masuk dalam wilayah kenyamanan siswa sehingga seluruh siswapun akhirnya pernah mengakui beberapa kali membohongi guru dan orangtua. Setelah memberi pemahaman tentang berbohong yang terkait dengan kejujuran, kegiatan ini diakhiri dengan sebuah tugas kecil yang tidak mudah. Setiap siswa diminta untuk mengakui kebohongan yang pernah mereka perbuat kepada orang – orang yang ada di sekolah dan sekaligus meminta maaf. Walhasil semua siswa dengan tanggung jawabnya, mencari orang – orang yang pernah mereka bohongi dan meminta maaf dengan caranya masing – masing. Bahkan ada beberapa siswa yang menangis ketika meminta maaf kepada salah seorang guru.
Pendekatan dan metode belajar SD Lentera Insan, mengacu pada kurikulum yang berbasis Developmentally Appropriate Practice (DAP), yaitu kurikulum yang disesuaikan dengan tugas perkembangan anak di usianya. Hal ini juga kami terapkan melalui adanya kelas rendah (1-3 SD) dan kelas tinggi (4-6 SD). Ciri khas pada kelas rendah, yaitu: (1) penanaman perilaku dasar dalam membentuk kemandirian, kedisiplinan dan semangat belajar ; (2) materi akademis bersifat ringan; (3) pemberian tugas rumah hanya sesekali untuk peningkatan pemahaman suatu materi. Sedangkan kelas tinggi memiliki ciri: (1) Pembentukan pola belajar, konsistensi kedisiplinan dan pendalaman kemampuan akademik; (2) materi akademis yang lebih padat; (3) pemberian tugas rumah secara rutin untuk pencapaian target kompetensi. Dengan adanya pembagian tersebut, siswa diharapkan tidak panik dan stress dalam memenuhi tuntutan akademis nasional yang menumpuk dan menekan. Semua ini terbukti dengan nilai rata – rata kelas siswa yang cukup baik, berada pada nilai rata – rata kelas minimal tujuh pada setiap pelajaran. Keseimbangan otak kiri dan otak kanan juga menjadi fokus utama dalam pengajaran. Belajar dengan menggabungkan otak kiri (pemahaman, analisa, dan lain-lain) dan otak kanan(kreativitas, sosial, emosi, dan lain-lain) akan jauh lebih maksimal dalam menyerap informasi dibandingkan hanya dengan menggunakan satu sisi otak saja.
Makna second home juga terkait dengan bagaimana siswa diperlakukan sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. Sejak pencanangannya di era tahun 2000, pendidikan inklusi identik dengan pembauran peserta didik normal dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ekstrim kiri (autis, ADD/ADHD, dan lain-lain). Sementara ABK ekstrem kanan (cerdas istimewa), belum mendapat perhatian khusus. Saat ini, ABK ekstrim kanan, umumnya dieksklusifkan melalui jalur akselerasi yang cenderung merangsang sisi kognisi saja, tanpa memperhatikan sisi afeksi dan motorik. Padahal, ABK ekstrem kanan ini seringkali mengalami gangguan perkembangan karena ada ketidakseimbangan antara perkembangan kognisi yang begitu cepat dengan kematangan sosio-emosinya, sehingga mereka cenderung menjadi trouble maker di kelasnya.
Untuk itu, sebagai salah satu sekolah inklusi di Depok, pada tahun ajaran 2008/2009, SD Lentera Insan memfasilitasi siswa cerdas istimewa dengan program enrichment. Program pengayaan ini ditujukan untuk memenuhi asupan-asupan informasi bagi siswa cerdas, dimana siswa tersebut tetap mengkuti kegiatan belajar mengajar sebagaimana siswa normal lainnya, hanya saja pada hari sabtu mereka mendapatkan pengayaan dan pembelajaran yang lebih mendalam tentang topik tertentu.
Setelah situasi di sekolah sudah mulai terbentuk dengan baik, hal lain yang SD Lentera Insan perkuat adalah komunikasi antara pihak sekolah dan orangtua sebagai partner dalam mendidik anak. Pihak sekolah memfasilitasi orangtua untuk dapat mengobservasi tingkah laku anak di sekolah. Setiap orangtua juga berhak berkonsultasi dengan psikolog sekolah secara berkala untuk berbagi dan berdiskusi mengenai berbagai macam aspek perkembangan anaknya. Diharapkan fasilitas ini dapat membentuk pola pendidikan yang konsisten kepada anak baik di sekolah maupun di rumah.Dengan menjadikan sekolah sebagai second home bagi siswa, diharapkan siswa mampu menikmati segala aktivitas sekolah sebagaimana siswa menikmati segala aktivitas mereka di rumah yang nyaman dan menyenangkan. ”Kalau anak sudah senang, akhlak mulia dapat diserap anak dengan lebih cepat,” ujar Hj. Fitriani F Syahrul, Msi. Psi (Direktur dan Psikolog di SD Lentera Insan – CDEC)

Tidak ada komentar: